Tak Apa Punya Satu Sahabat, Asal Selalu Ada di Saat Suka Maupun Duka

Author
Published 03 Oktober
Tak Apa Punya Satu Sahabat, Asal Selalu Ada di Saat Suka Maupun Duka

Aku adalah seorang gadis desa yang merantau ke sebuah kota tak jauh dari aku tinggal. Perjalanan yang kutempuh kira-kira 2 jam untuk sampai ke kota. Karena jarak jauh inilah aku sering sekali tak bertemu sahabat yang dari kecil selalu ada untukku. Kenalkan, namaku Kanaya. Sahabat yang selalu ada tersebut bernama Kartika. Kami selalu melakukan segala hal bersama-sama hingga satu akhirnya fase dalam hidup kami mengalami perubahan. Ya, aku harus pergi merantau untuk kuliah begitu pun dia yang juga harus merantau untuk kuliahnya.

Kuliah kami berbeda tempat dan juga berbeda provinsi. Tapi hal itu tak menjadikan persahabatan kami retak. Walaupun kami masing-masing memiliki teman baru, tetapi aku bersyukur bahwa kami masih sering berkomunikasi baik untuk menceritakan kehidupan kami masing-masing. Hingga suatu waktu akhirnya persahabatan kami pun diuji.

Waktu itu, aku sudah lulus kuliah. Aku kelimpungan ke sana kemari mencari pekerjaan. Dia selalu menyemangatiku untuk tak pantang menyerah mencari pekerjaan. Deritaku pun juga dirasakan olehnya. Dia juga membantuku untuk mencari pekerjaan yang sesuai dengan bidangku. Saat itu, temanku belum lulus karena jenjang studi yang dia ambil dalam kuliah memang mengharuskannya untuk menempuh studi setahun lebih lama dari aku. Apa pun pekerjaan sudah aku coba. Dan yang membuat aku beruntung adalah aku memiliki sahabat yang tak meninggalkan aku di saat aku berada di masa-masa terburukku.

Untuk menghiburku, sahabatku Kartika tersebut mengajak aku untuk refreshing. Asal tahu saja dia mengajakku saat aku dan dia sama-sama tidak punya uang karena aku belum bekerja dan dia masih kuliah. Dia mengajakku ke pantai dengan modal mungkin hanya bensin, jajan harga Rp5 ribu, tiket masuk ke pantai, dan uang parkir. Padahal jarak tempuh kami perjalanan pulang pergi sekitar 3 jam tapi uang yang dibawa mungkin hanya bermodalkan kurang dari Rp50 ribu.  Saat itu yang kami pikirkan hanya bersenang sebentar melepas kepenatan. Dan dia berhasil menghiburku.


Setahun berselang, aku sudah menjadi seorang editor di salah satu penerbitan besar di kota Solo. Kini, gantian temanku yang sudah lulus kuliah kelimpungan mencari pekerjaan. Setiap malam aku menyemangatinya. Aku berusaha mencarikannya pekerjaan terbaik sesuai bidangnya seperti apa yang pernah dilakukan padaku. Dia sangat bersusah payah mencari pekerjaan. Hingga akhirnya dia menyusulku ke Solo, ikut merantau denganku dan dia bekerja seadanya di dekatku selama 3 bulan.

Persahabatan kami diguncang badai saat aku tahu dia memutuskan untuk merantau ke Jakarta. Tentu saja sebagai sahabat aku ingin yang terbaik untuknya dan merelakannya untuk pergi merantau. Namun nahas, 3 bulan ia di sana, temanku tersebut justru masih menjadi pengangguran. Hampir setiap hari dia bercerita padaku ingin kembali ke Solo dan tidak mau kembali ke Jakarta. Dia akhirnya pulang. Masih sangat kesusahan, dan aku menjadi tempat curhatnya. Lalu puncaknya, dia diterima di sebuah perusahaan besar yang ada di daerahku.

Hal pertama yang dia katakan padaku saking senangnya mungkin adalah, “Woi, aku keterima kerja." Aku adalah orang pertama yang dikabarinya tentang pekerjaan baru yang ia dapatkan. Temanku itu, menjadi salah satu admin di sebuah perusahaan ekspor. Aku sangat senang untuknya.  Kami menghabiskan banyak waktu untuk saling menyemangati dan tak kenal lelah saling membahu satu sama lain.

Bagiku, tak apa jika aku punya 1 teman. Asalkan dia selalu ada di saat aku sedih maupun senang. Daripada aku harus memiliki 1.000 teman yang hanya ada dalam keadaan senangku. (vem/nda) [no-sidebar]

Copyright © 2021